HASRATKU By Panglima Celebes
Ingin ku gagahi rembulan malam ini. Menikmati tiap tetes keringatnya yang mengucur dari sela-sela pangkal paha langit. Ingin ku basuh tubuhku dengan cairan kenikmatan sang hujan yang begitu setia datang tiap senja. Ini gairah gelombang pasang yang menderu menghempas pantai dan karang-karang batu di sepanjang pesisir. Malam memberikan waktu buatku mengembara kian jauh dari kenyataan pahit akan senja yang tak pernah kembali padaku dengan bias merahnya yang merona indah. Senja hanya datang untuk menyapa sesaat, kejap lalu pergi lagi. Tenggelam dalam waktu yang pekat.
Ku dapati purnama malam ini sedang sendiri. Melamun menanti sang bintang yang belum datang juga. Ku datangi ia yang sedang memunguti rumput-rumput kering. Sesekali disibaknya rambut hitam legamnya yang menjuntai menyentuh tanah.
Saat ku sapa, ia tersenyum lembut. Senyum yang sanggup merontokkan matahari pagi dan menahannya tak beranjak hingga terik tak mampu lagi menyapu hari. Lengkungan bibir yang sanggup membengkokkan tembok baja dari tiap lelaki yang haus akan tubuh hangat perempuan.
Ia tersenyum sambil melirik sekilas padaku. Matanya mengisyaratkan kerinduan ladang basah yang membutuhkan sentuhan terampil tangan pak tani. Menyemai bulir-bulir kecil lalu tumbuh jadi padi yang ranum. Ku baca geliat resah yang tersunging di balik tabir tipis bibirnya.
"Engkau datang?" Pertanyaan yang sama dan kerap diucapkannya saat aku tiba dan berdiri di hadapannya dengan selaksa hasrat yang tak pernah usai. Pertanyaan yang sama dan tak pernah ku jawab pula.
Lalu bibirku bercerita pada pagutan liar yang menjalar dari tengkuk, leher hingga ke dadanya yang membusung laksana gunung kembar. Ia menjawabnya dengan sejuta desah yang meronta atas kesadaran kasih sayang.
Ini bukan persetubuhan jasad. Tapi senyawa yang berkolaborasi dengan berbagai unsur kimia dan melahirkan unsur-unsur atom baru. Ini adalah kalkulasi ritmis angka matematis pada bilangan tak terhingga dan beberapa variabel membentuk persamaan baru. Dan notasi baru bergema dalam nada tak beraturan. Tanpa narasi. Gemulai salsa berubah jadi gerakan erotis yang memilin, menjepit dan berakhir pada jeritan klimaks.
Setelahnya ia kembali tersenyum. Matanya sayup. Manik-manik matanya berbinar dalam remang pendar bintang yang mulai muncul malu-malu. Saat-saat seperti ini biasanya ku angkat dagunya dan melabuhkan ciuman kecil dibibir ranumnya. Menatap matanya sambil tersenyum juga. Lalu ku kecup keningnya. Dan ku bisikkan kata-kata paling indah yang selalu diimpikan sejuta perempuan rembulan.
Biasanya ia lalu terkikik geli sebab nafasku katanya membuat seluruh helai yang tumbuh dibadannya berdiri. Dan ia akan bangkit menunggangiku. Matanya tersenyum nakal. Senyum yang akan dinantikan oleh setiap lelaki malam. Tapi ia hanya milikku. Paling tidak malam ini.
Senandung birahi bertabuh lagi. Melenggok liar seperti ular sakti dalam kisah dongeng yang sanggup berdiri diujung ekornya. Dimainkannya irama laut yang menggulung dan menghempas tak berkesudahan. Lututku sampai gemetar dibuatnya. Tak sanggup bertahan pada pusaran air yang diciptakannya. Jika sudah begini rasanya aku akan selalu berdoa agar pagi tak pernah datang.
Dengusannya mulai meninggalkan dingin dan kawah gunung berapi sepertinya akan meledak. Dia akan menghempaskan bumi sekuat-kuatnya. Inilah mengapa gempa kini kerap terjadi. Bulan sedang kasmaran dan dilanda birahi tak berkesudahan.
Jelang dini hari aku akan tertidur pulas didadanya. Menikmati gundukan empuk sebagai bantalku. Kembali kulantunkan doa agar pagi tak datang kadang aku berharap agar pagi tenggelam dan mata hingga tak kembali lagi mengganggu tidurku.
Selepas desahnya ia akan membersihkan diri. Butiran keringatnya menetes perlahan ke bumi. Itulah mengapa tercipta embun saat dini hari. Setelah itu ia akan terlentang dan membiarkanku tertidur didadanya.
Aku terbangun ketika ia dengan lembutnya mengecup bibirku dan berbisik bahwa ia akan pergi.
"Bintang fajar telah datang menjemputku sayang. Aku harus pergi" Matanya berkaca-kaca.
Pagi jahanam! Rutukku tak mau sudah.
Anak Langit. 10.05.2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar